Blogger Widgets

UMRAH 2014


Perjalanan umrah 29 Maret - 5 April 2014 kemarin banyak memberikan hikmah. Baik perjalanan haji maupun umrah memiliki cerita yang berbeda dan selalu ada kenangan yang dapat menjadi bahan pelajaran dalam meniti kehidupan selanjutnya hingga malaykat maut datang menjemput tanpa undangan. 

Dua tahun yang lalu saya sudah berniat dan mendaftarkan untuk umrah. Sayangnya niat itu harus ditunda karena permasalahan mahrom (dimahromkan oleh surat yang dikeluarkan KBRI). Pria yang dimahramkan dengan saya sudah harus berangkat duluan, visa umrah saya baru akan di stamp ke esokan harinya. Alhamdulillah saya dipertemukan dengan Mutawa yang menasehati saya,"  اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي "  “Allahumma mahilli haitsu habastani” (Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau menahanku). 

I am Fine ! Funny Animated Picture for fb SHareDari kegagalan berumrah itu, saya introspeksi diri. Memperbaiki amalan-amalan ibadah baik yang wajib dan sunnah. Saya menyadari Allah selalu memiliki rencana terindah dari rencana-rencana saya sendiri. Saya berusaha untuk mempersiapkan umrah kali ini dengan sebaik-baiknya karena sadar Allahumma labbaik itu belum tentu bertaut dimasa datang.

Begitu pun malam itu, kembali saya diresahkan dengan permasalahan mahram. Sewaktu check in petugas custom menanyakan mahram saya dimana. Saya gugup seketika, terlebih ketika pria yang dimahramkan (secara surat) tidak bisa keluar dari pintu imigrasi. Karena ketidak tahuan kami. Kami memang belum saling kenal. Alhamdulillah last moment. Sayapun diperbolehkan oleh pihak imigrasi. Bila Allah sudah berkehendak KUN FA YA KUN.

Berikut rincian beribadah umrah;

Pertama
Jika seseorang akan melaksanakan umrah, dianjurkan untuk mempersiapkan diri sebelum berihram dengan mandi sebagaimana seorang yang mandi junub, memakai wangi-wangian yang terbaik jika ada dan memakai pakaian ihram.

Kedua
Pakaian ihram bagi laki-laki berupa dua lembar kain ihran yang berfungsi sebagai sarung dan penutup pundak. Adapun bagi wanita, ia memakai pakaian yang telah disyari’atkan yang menutupi seluruh tubuhnya. Namun tidak dibenarkan memakai cadar/ niqab (penutup wajahnya) dan tidak dibolehkan memakai sarung tangan.

Ketiga
Berihram dari miqat untuk dengan mengucapkan: لَبَّيْكَ عُمْرَةً “labbaik ‘umroh” (aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).

Keempat
Jika khawatir tidak dapat menyelesaikan umrah karena sakit atau adanya penghalang lain, maka dibolehkan mengucapkan persyaratan setelah mengucapkan kalimat di atas dengan mengatakan, اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي “Allahumma mahilli haitsu habastani” (Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau menahanku). Dengan mengucapkan persyaratan ini—baik dalam umrah maupun ketika haji--, jika seseorang terhalang untuk menyempurnakan manasiknya, maka dia diperbolehkan bertahallalul dan tidak wajib membayar dam (menyembelih seekor kambing).

Wanita haid diharamkan melakukan tawaf, baik tawaf wajib maupun sunnah. Ini berdasarkan sabda Nabi kepada Aisyah,"Berbuatlah apa saja di dalam haji, kecuali tawaf di Ka'bah sampai kamu suci." (HR Muslim - 1211)
Aisyah dan Asma' binti Umais dilarang tawaf sehingga mereka suci.
  1. Apakah ibadah sa'i boleh dilakukan? Secara lahir ibadah sa'i termasuk keumuman dari sabda Nabi, "Kerjakanlah semua hal." Maka sa'i dibolehkan. Hanya saja yang menjadi persoalan, sekarang ini tempat untuk sa'i telah masuk ke dalam komplek Masjidil Haram, padahal dahulu terpisah, sedangkan Nabi menyuruh wanita haid untuk menjauhi shalat pada waktu hari raya. Karena sekarang ini tempat sa'i telah benar-benar berada di dalam kompleks masjid. Sa'i memang dibolehkan bagi wanita haid akan tetapi wanita haid tidak diperbolehkan memasuki masjid. Karenanya sebaiknya wanita haid menunda sa'i dan tawaf hingga dia suci.
  2. Jika seorang wanita mengalami haid, sedang baginya hanya tinggal menunaikan tawaf wada' maka tawaf tersebut hukumnya gugur (tak perlu dilakukan). Ini berdasarkan hadits Shafiyah yang mengalami perihal serupa. Rasulullah menyuruhnya untuk langsung pulang dan tidak menyuruhnya membayar denda. Rasulullah khawatirkan jika sekiranya Shafiyah belum menunaikan tawaf ifadhah, tetapi saat mengetahui bahwa Shafiyah telah melakukan tawaf ifadhah, beliau menyuruhnya pulang (HR Muslim II/964)
  3. Seorang wanita yang mengkhawatirkan keselamatannya karena dia tidak bersama mahramnya, sedangkan negara asalnya sangatlah jauh. Dia tidak bisa menunda hajinya, kecuali dengan kepayahan yang besar. Jika wanita seperti ini mengalami haid sebelum tawaf ifadhah, dia boleh melakukan tawaf ifadhah lalu membayar denda yang dibagikan kepada masyarakat miskin sekitar Masjidil Haram, jika dia mampu. Namun, jika dia tidak mampu maka cukup baginya berpuasa 10 hari, sebab Allah tidak membebani seseorang, kecuali sesuai kemampuannya. Allah berfirman,"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.."(At-Taghabun:16)
Kelima
Tidak ada alat khusus untuk berihram, namun jika bertepatan dengan waktu shalat wajib, maka shalatlah lalu berihram setelah shalat.

Keenam
Setelah mengucapkan “talbiah umrah” (pada poin ketiga), dilanjutkan dengan membaca dan memperbanyak talbiah berikut ini, sambil mengeraskan suara bagi laki-laki dan lirih bagi perempuan hingga tiba di Makkah: لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ ، إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَك “Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).

Ketujuh
Jika memungkinkan, seseorang dianjurkan untuk mandi sebelum masuk kota Makkah.

Kedelapan
Masuk Masjidil Haram dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid: اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. “Allahummaf-tahlii abwaaba rohmatik” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu).[1]

Kesembilan
Menuju ke Hajar Aswad, lalu menghadapnya sambil membaca “Allahu akbar” atau “Bismillah Allahu akbar” lalu mengusapnya dengan tangan kanan dan menciumnya. Jika tidak memungkinkan untuk menciumnya, maka cukup dengan mengusapnya, lalu mencium tangan yang mengusap hajar Aswad. Jika tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka cukup dengan memberi isyarat kepadanya dengan tangan, namun tidak mencium tangan yang memberi isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.

Kesepuluh
Kemudian, memulai thawaf umrah 7 putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad pula. Dan disunnahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran pertama dan berjalan biasa pada 4 putaran terakhir.

Kesebelas
Disunnahkan pula mengusap Rukun Yamani pada setiap putaran thawaf. Namun tidak dianjurkan mencium rukun Yamani. Dan apabila tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka tidak perlu memberi isyarat dengan tangan.

Keduabelas
Ketika berada di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, disunnahkan membaca, رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ “Robbana aatina fid dunya hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” (Ya Rabb kami, karuniakanlah pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta selamatkanlah kami dari siksa neraka). (QS. Al Baqarah: 201)

Ketigabelas
Tidak ada dzikir atau bacaan tertentu pada waktu thawaf, selain yang disebutkan pada no. 12. Dan seseorang yang thawaf boleh membaca Al Qur’an atau do’a dan dzikir yang ia suka.

Keempatbelas
Setelah thawaf, menutup kedua pundaknya, lalu menuju ke makam Ibrahim sambil membaca, وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى “Wattakhodzu mim maqoomi ibroohiima musholla” (Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat) (QS. Al Baqarah: 125).

Kelimabelas
Shalat sunnah thawaf dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim[2], pada rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, membaca surat Al Kaafirun dan pada raka’at kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca surat Al Ikhlas.[3]

Keenambelas
Setelah shalat disunnahkan minum air zam-zam dan menyirami kepada dengannya.

Ketujuhbelas
Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir, lalu mengusap dan menciumnya jika hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau memberi isyarat kepadanya. SA'I UMRAH

Kedelapanbelas
Kemudian, menuju ke Bukit Shafa untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca, إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ “Innash shafaa wal marwata min sya’airillah” (Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah) (QS. Al Baqarah: 158). Lalu mengucapan, نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ “Nabda-u bimaa bada-allah bih”.

Kesembilanbelas
Menaiki bukit Shafa, lalu menghadap ke arah Ka’bah hingga melihatnya—jika hal itu memungkinkan—, kemudian membaca: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ (3x) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x) Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”[4]

Keduapuluh
Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki.

Keduapuluhsatu
Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah.

Keduapuluhdua
Disunnahkan berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang beada di Mas’a (tempat sa’i) bagi laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan menaikinya.

Keduapuluhtiga
Setibanya di Marwah, kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan di Shafa, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir pada no. 19 dan berdo’a dengan do’a apa saja yang dikehendaki, perjalanan (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu putaran.

Keduapuluhempat
Kemudian turunlah, lalu menuju ke Shafa dengan berjalan di tempat yang ditentukan untuk berjalan dan berlari bagi laki-laki di tempat yang ditentukan untuk berlari, lalu naik ke Shafa dan lakukan seperti semula, dengan demikian terhitung dua putaran.

Keduapuluhlima
Lakukanlah hal ini sampai tujuh kali dengan berakhir di Marwah.

Keduapuluhenam
Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang dikehendaki.

Keduapuluhtujuh
Jika membaca do’a ini: اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ “Allahummaghfirli warham wa antal a’azzul akrom” (Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah), tidaklah mengapa karena telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya mereka membacanya ketika sa’i.

Keduapuluhdelapan
Setelah sa’i, maka bertahallul dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur gundul, dan yang mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita, cukup dengan memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari.

Keduapuluhsembilan
Setelah memotong atau mencukur rambut, maka berakhirlah ibadah umrah dan Anda telah dibolehkan untuk mengerjakan hal-hal yang tadinya dilarang ketika dalam keadaan ihram.

Sumber: 
Buku “Petunjuk Praktis Manasik Haji dan Umrah”, penulis Abu Abdillah, terbitan Darul Falah. "Fikih Muslimah", DR. Ali Bin Said Al Ghamidi.

[1] Do’a masuk masjid dan keluar masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id: إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ “Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rohmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim no. 713)

[2] Yang dimaksud Maqam Ibrahim, yaitu tempat berdiri Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika membangun Ka’bah, bukan kuburan beliau. Shalat di belakang Maqam Ibrahim jika kondisinya memungkinkan. Adapun jika tidak memungkinkan karena dipadati oleh orang-orang yan thawaf atau yang mengerjakan shalat, maka boleh shalat di tempat mana pun di dalam Masjidil Haram.

[3] Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan, فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في الركعتين : ( قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد “Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut, beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 56)

[4] HR. Muslim no. 1218.
HTML Guestbook is loading comments...